Perjalanan
‘safari’ berkunjung keliling ke beberapa Panti Asuhan di Bandung memberikan
pengalaman tersendiri bagi saya. Perjalanan yang bertujuan mengumpulkan data
untuk penulisan calon buku yang bertemakan anak yatim, ternyata menjadi jalan
keberkahan lain bagi penghuni Panti. Tawaran untuk memperoleh keringanan biaya kuliah juga bantuan donasi berupa metrik sekalian saya sampaikan dalam kegiatan
tersebut.Alhamdulillah…
Secara
keseluruhan, para pengelola menerima kedatangan saya dengan tangan terbuka.
Mereka sudah terbiasa menerima tamu
untuk memberikan sumbangan atau melakukan riset kecil serta aneka kegiatan bagi
anak Panti. Kehadiran orang luar, terutama para donatur memang sangat
dinantikan karena menjadi salah satu tulang punggung keberlangsungan keberadaan
Panti.
Rata-rata
Panti yang saya kunjungi memiliki anak asuh antara 10 sampai 40 orang untuk satu
lokasi Panti. Jikapun lebih biasanya ditampung di Cabang panti yang lain. Usia anak
yang ditampung dalam satu lokasi, untuk Panti besar yang mempunyai beberapa
cabang, biasanya satu level. Misalnya satu cabang khusus menampung anak SD, di
tempat lain anak SMP dan SMA. Namun ada pula Panti yang menampung usia campuran
karena tidak memiliki cabang. Rata-rata mereka ditampung sampai usia SMA.
Selepasnya, mereka kembali kepada keluarga.
Ada
beberapa Panti yang masih memberikan bantuan selepas anak SMA. Namun, sebagian
besar memberhentikan pemberian bantuan dengan alasan pemberian bantuan uang
kuliah tentu amat berguna jika diberikan pada anak-anak Panti yang lebih kecil
umurmya. Seorang anak Panti yang kuliah, bisa menghabiskan biaya sama dengan
mengurus 2 sampai dengan 3 anak SD yang mau masuk panti. Karenanya, jatah biaya
untuk anak yang akan kuliah terbatas. Diberikan hanya pada anak yang
berprestasi saja. Tentunya tawaran beasiswa atau keringanan uang kuliah
merupakan tawaran yang sangat membantu.
Kemandirian
anak Panti menjadi sorotan saya pribadi. Dari 4 Panti yang saya kunjungi pada
minggu ini, baru 1 Panti yang memiliki program kemadirian. Program yang dimiliki
Panti tersebut adalah dalam bidang peternakan, perikanan, home industri (pembuatan tahu organik serta susu kedelai organik),
penyembelihan domba Aqiqah dan beberapa program kemandirian lainnya. Sementara,
Panti yang lain mengadakannya hanya untuk acara tertentu, misalnya penyediaan
jasa pengadaan hewan Qurban. Namun adapula panti yang belum memiliki kegiatan
kemandirian dikarenakan keterbatasan pengelola dalam mengurusnya, usia
pengelola rata-rata usia purna bakti. Padahal kemandirian anak panti sangat diperlukan,
agar ketika kembali ke masyarakat mereka menjadi pribadi yang bermanfaat bagi
diri dan lingkungannya.Jangan sampai mereka jadi pengangguran atau malah
terlantar di jalanan.Naudzubillah.
Kontribusi
pihak luar tentunya sangat dinantikan dalam pembentukan kemandirian anak Panti.
Terutama dari kalangan praktisi yakni pelaku usaha. Kenapa para pelaku usaha? Karena
merekalah yang memiliki pengalaman nyata dalam merintis dan mengelola sebuah
usaha. Saya jadi teringat sepak terjang anak muda yang berhasil membawa produk
Indonesia seperti ‘Ma Icih’ mendunia. Dia adalah Wempy Dyocta Koto yang juga
saat ini menjabat sebagai CEO ISIC, sebuah kartu internasional bagi para
mahasiswa dan pelajar.
Kepiawaian Wempy memilih produk anak muda untuk diajaknya
mendunia tentunya jadi kabar menggembirakan. Andai ada diantara para pembaca
yang mau bersinergi dengan pengelola Panti untuk mengajari kemandirian anak
Panti, tentu akan sangat membantu. Jika kelak menjadi produk unggulan, tentu
dapat meminta Wempy untuk membantunya mendunia. Sebuah mimpi yang mungkin
terwujud dengan batuan Anda semua. Bersediakah?
Berbagi di panti...mantaap..!
ReplyDeletehayu teh Nurul..ikutan..:)
Delete